Showing posts with label Kimia Fisika. Show all posts
Showing posts with label Kimia Fisika. Show all posts

Saturday, 29 October 2011

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA I : HASIL KALI KELARUTAN


HASIL KALI KELARUTAN
A.     TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan dalam melakukan percobaan ini, yaitu :
1.       Memperlihatkan prinsip-prinsip hasil kali kelarutan
2.       Menghitung kelarutan elektrolit yang bersifat sedikit larut
3.       Menghitung panas pelarutan PbCl2 dengan menggunakan sifat kebergantungan Ksp pada suhu.
B.     LANDASAN TEORI
            Kebanyakan senyawa ion yang dikaitkan dengan Ksp sering diistilahkan tak larut, maksud sesungguhnya adalah yang kelarutannya amat terbatas. Keterbatasan Ksp untuk zat yang sedikit larut. Kita telah menggunakan istilah ”zat yang sedikit larut” dalam perubahan hasil kali kelarutan. Larutan jenuh dari zat yang kelarutannya terlalu pekat, sehingga aktivitasnya tak dapat dianggap sama dengan konsentrasi molarnya. Tanpa anggapan ini konsep hasil kali kelarutan menjadi tidak jelas maknanya. Sekalipun tidak dinyatakan ”sedikit larut” dalam kesetimbangan kelarutan, apabila dinyatakan nilai Ksp, maka yang dimaksud adalah senyawa ion yang sedikit larut. Semua zat yang terlarut berada dalam larutan sebagai kation dan anion yang terpisah. Misalna, dalam larutan jenuh magnesium fluorida, pasangan ion yang terdiri dari satu ion Mg2+ dan satu ion F-, atau MgF+, mungkin ditemukan. Apabila pembentukkan pasangan ion terjadi dalam larutan, konsentrasi ion bebas cenderung menurun. Ini berarti bahwa banyaknya zat yang harus dilarutkan untuk empertahankan konsentrasi ion bebas yang diperlukan untuk memenuhi rumus Ksp meningkat : kelarutan meningkat apabila terjadi pembentukkan pasangan ion dalam larutan (petrucci, 1988).
            Ksp senyawa dapat ditentukan dari percobaan laboratorium dengan mengukur kelarutan (massa senyawa yang dapat larut dalam tiap liter larutan) sampai keadaan tepat jenuh. Dalam keadaan itu, kemampuan pelarut telah maksimum untuk melarutkan atau mengionkan zat terlarut. Kelebihan zat terlarut walaupun sedikit akan menjadi endapan. Hasil kali kelarutan dalam keadaan sebenarnya merupakan nilai akhir yang dicapai oleh hasil kali ion-ion ketika kesetimbangan tercapai antara fase padat dari garam yang hanya sedikit larut dan larutan itu (Syukri, 1999).
Hasil kali konsentrasi dari ion-ion pembentuknya untuk setiap suhu tertentu adalah konstan, dengan konsentrasi ion dipangkatkan bilangan yang sama dengan jumlah masing-masing ion yang bersangkutan. Kelarutan merupakan jumlah zat yang terlarut yang dapat larut dalam sejumlah pelarut sampai membentuk larutan jenuh.  Sedangkan hasil kali kelarutan merupakan hasil akhir yang dicapai oleh hasil kali ion ketika kesetimbangan tercapai antra fase padat dari garam yang hanya sedikit larut dalam larutan tersebut (Keenan, 1991).
Ksp = HKK = hasil perkalian [kation] dengan [anion] dari larutan jenuh suatu elektrolit yang sukar larut menurut kesetimbangan heterogen. Kelarutan suatu elektrolit ialah banyaknya mol elektrolit yang sanggup melarut dalam tiap liter larutannya. Jika konsentrasi ion total dalam larutan meningkat, gaya tarik ion menjadi lebih nyata dan aktivitas (konsentrasi efektif) menjadi lebih kecil dibandingkan konsentrasi stoikhiometri atau terukurnya. Untuk ion yang terlibat dalam proses pelarutan, ini berarti bahwa konsentrasi yang lebih tinggi harus terjadi sebelum kesetimbangan tercapai dengan kata lain kelarutan akan meningkat (Oxtoby, 2001).
Proses pengendapan merupakan proses pemisahan yang mudah, cepat dan murah. Pada prinsipnya pemisahan unsur - unsur dengan cara pengendapan karena perbedaan besarnya harga hasil kali kelarutan (solubility product constant/KSp). Proses pengendapan adalah proses terjadinya padatan karena melewati besarnya KSp, yang harganya tertentu dan dalam keadaan jenuh. Untuk memudahkan, KSp diganti dengan pKSp = fungsi logaritma = - log KSp merupakan besaran yang harganya positip dan lebih besar dari nol, sehingga mudah untuk dimengerti (Suyanti, et al.,2008).
            Kondisi optimum yang dicapai dengan perbandingan molar 19/5, yang merupakan variasi perbandingan terbesar dibandingan dua variasi lainnya membuktikan bahwa kondisi kejenuhan larutan mempengaruhi proses pembentukan kristal. Penelitian sebelumnya menunjukan bahwa pembentukan kristal dari larutan homogen tidak terjadi tepat pada harga konsentrasi ion sesuai dengan hasil kali kelarutan, tetapi baru akan terjadi saat konsentrasi zat terlarut jauh lebih tinggi daripada konsentrasi larutan jenuhnya. Makin tinggi derajat lewat jenuh, makin besarlah kemungkinan untuk membentuk inti baru, jadi makin besarlah laju pembentukan inti (Dewi, et al.,2003).
   Pada pH kurang dari 3, konsentrasi ion H+ cukup besar, sehingga reaksi (6) cukup berarti untuk mengurangi jumlah Eu3+ yang bereaksi dengan pengemban. Pada pH lebih tinggi dari 3, transport Eu(III) kembali menurun yang disebabkan mulai terbentuknya senyawaan kompleks terlarut antara Eu(III) dengan ion hidroksida. Selain itu, harga tetapan hasilkali kelarutan (Ksp) dari Eu(OH)3 yang relatif rendah akan menyebabkan mulai mengendapnya senyawa tersebut. Kondisi pH umpan sebesar 3 ini digunakan untuk mempelajari pengaruh komposisi pengemban D2EHPA-TBP terhadap koefisien permeasi Eu(III) melalui SLM Hasil optimasi ini ditunjukkan oleh Gambar 3. Laju transport terbaik diperoleh pada penggunaan pengemban campuran 0,8 M D2EHPA dengan 0,2 M TBP (Buchari, et al., 2003).
C.     ALAT DAN BAHAN
Alat – alat yang digunakan pada percobaan ini adalah :
1.       Rak tabung Reaksi
2.       Tabung Reaksi ( 4 buah)
3.       Pembakar listrik
4.       Termometer
5.       Gegep
Adapun bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah :
1.       Pb(NO3)2 0,079 M
2.       KaCl 1 M  

UNTUK MENDOWNLOAD FULL LAPORAN INI KLIK DISINI  

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA I : ENTALPI DAN ENTROPI PELEBURAN


ENTALPI DAN ENTROPI PELEBURAN
A.    TUJUAN PERCOBAAN
Adapun tujuan pada praktikum ini adalah :
1.      Memperkenalkan perbedaan kurva pendinginan cairan murni dan larutan.
2.      Memperlihatkan peristiwa penurunan titik beku yang disebabkan penambahan zat terlarut.
3.      Menghitung entropi dan entalpi pembekuan dengan menggunakan persamaan van’t Hoff.

B.     LANDASAN TEORI
Siklus Born-Haber dan proses-proses yang menghasilkan entalpi pembentukan standar, ΔHf° pada pembentukan oksida piroklor (A3+)2(B4+)2O7. Tahap-tahap I, II, III, dan IV merupakan Siklus Born-Haber. Tahaptahap V dan VI merupakan tahap pembentukan dari unsur-unsurnya menjadi oksida-oksida biner dan akhirnya menjadi oksida piroklor. Untuk mengubah unsur A, B dan molekul O2 menjadi atom-atomnya diperlukan energi atomisasi, dan perubahan entalpinya disebut entalpi atomisasi, ΔHatom (I); atom-atom A, B dan O kemudian diubah menjadi A3+ dan B4+ memerlukan entalpi ionisasi (jumlah entalpi ionisasi pertama, kedua, dan ketiga untuk ion A; jumlah entalpi ionisasi pertama, kedua, ketiga dan keempat untuk atom B), ΔHion, dan O2- menghasilkan entalpi afinitas, ΔHaf (II); selanjutnya ion-ion ini bergabung membentuk kisi struktur oksida piroklor yang menghasilkan entalpi kisi, ΔHL (III); Jumlah dari perubahan-perubahan entalpi tahap I, II dan III adalah entalpi pembentukan standar, ΔH°f (IV). Bila tidak ada data ΔH°f, data entalpi pembentukan oksida A, ΔH°f(A2O3(s)) dan oksida B, ΔH°f(2BO2(s)) (V), serta entalpi pembentukan oksida piroklor A2B2O7(s) dari oksida A dan B, ΔH°fox (VI) dapat digunakan (Suhendar, et al., 2006).
Proses tak reversibel (seperti pendinginan hingga mencapai temperatur yang sama dengan temperatur lingkungan dan pemuaian bebas dari gas) adalah proses spontan, sehingga proses itu disertai dengan kenaikan entropi. Kita dapat menyatakan bahwa proses tak reversibel menghasilkan entropi. Sedangkan proses reversibel adalah perubahan yang sangat seimbang, dengan sistem dalam keseimbangan dengan lingkungannya pada setiap tahap. Setiap langkah yang sangat kecil di sepanjang jalannya bersifat reversibel dan terjadi tanpa menyebarkan energi secara kacau, sehingga juga tanpa kenaikan entropi; proses reversibel tidak menghasilkan entropi, melainkan hanya memindahkan entropi dari satu bagian ke bagian lain (Atkins, 1986).
Untuk proses isoternal dan reversibel, perubahan entropi total dan sistem dan sekelilingnya sama dengan nol. Demikian pula perubahan entropi untuk proses siklus sama dengan nol. Proses-proses reversibel selalu berjalan sangat lama. Ini berarti proses-proses yang terjadi pada waktu yang pendek brupa proses irreversibel dan tentu saja diikuti dengan kenaikan entropi dari sistemnya sendiri atau sistem dan sekitarnya (Sukardjo, 2002).
Entropi zat padat bertambah apabila ia melebur menjadi cair dan semakin tinggi apabila zat cair berubah menjadi gas. Sistem dan lingkungan pada suhu peralihan T dimana kedua fasa berada dalam keseimbangan pada tekanan 1 atm. Pada tiik peralihan, perpindahan energi diantara sistem dan lingkungan adalah terbalik. Pada tekanan tetap.Titik lebur dari sebuah    benda padat adalah suhu di mana benda tersebut akan berubah wujud menjadi benda cair. Ketika dipandang dari sisi yang berlawanan (dari cair menjadi padat) disebut titik beku. Pada sebagian besar benda, titik lebur dan titik beku biasanya sama. Contoh, titik lebur dan titik beku dari "raksa" adalah 234,32 kelvin (-38,83 °C atau -37,89 °F) Namun, beberapa subtansi lainnya memiliki temperatur beku <--> cair yang berbeda. contohnya "agar-agar", mencair pada suhu 85 °C (185 °F) dan membeku dari suhu 32-40°C (89,6 - 104 °F); fenomena ini dikenal sebagai hysteresis (http/id.Wikipedia.org).
Entalpi yang berhubungan erat dengan energi dalam, juga tidak dapat diukur, tetapi hanya dapat didefinisikan dengan cara lain sehingga menjadi fungsi keadaan. Untuk keadaan sistem tertentu terhadap nilai H yang khas. Ciri lain dari fungsi keadaan adalah bahwa selisih nilai fungsi dua keadaan yang berbeda besarnya khas. Energi dalam yang telah dijelaskan sebagai seluruh energi berkaitan dengan partikel-partikel materi di dalam sistem, adalah sesuatu yang tidak dapat diukur. Tetapi, energi-dalam hanya tergantung pada keadaan yang merupakan ciri suatu sistem dan tidak pada bagaimana keadaan-keadaan tersebut dicapai. Kondisi suatu sistem mengacu pada keadaannya, dan setiap sifat yang hanya tergantung pada keadaan dari suatu sistem disebut fungsi keadaan (Petrucci, 1987).

   UNTUK MENDOWNLOAD FULL LAPORAN INI KLIK DISINI