Monday, 8 April 2013

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II: KEKUATAN MEDAN LIGAN



KEKUATAN MEDAN LIGAN
A.  Tujuan
Tujuan dilakukannya percobaan ini adalah untuk mempelajari perbedaan kekuatan medan antara ligan ammonia dan air.
B.  Landasan Teori
Teori medan kristal (Bahasa Inggris: Crystal Field Theory), disingkat CFT, adalah sebuah model yang menjelaskan struktur elektronik dari senyawa logam transisi yang semuanya dikategorikan sebagai kompleks koordinasi. CFT berhasil menjelaskan beberapa sifat-sifat magnetik, warna, entalpi hidrasi, dan struktur spinel senyawa kompleks dari logam transisi, namun ia tidak ditujukan untuk menjelaskan ikatan kimia. CFT dikembangkan oleh fisikawan yang bernama Hans Bethe dan John Hasbrouck van Vleck pada tahun 1930-an. CFT pada akhirnya digabungkan dengan teori orbital molekul, membentuk teori medan ligan yang lebih akurat dan menjelaskan proses ikatan kimia pada senyawa kompleks logam transisi (Utama, 2009).
Teori medan kristal dikembangkan oleh dua orang ahli fisika H.Bethe (1929) dan J.H. Van Vlekck (1923) dan digunakan pertama kali oleh mereka dan para pakar fisika lainnya untuk menjelaskan warna dan sifat magnetik garam-garam logam transisi terhidrat. Khususnya yang memiliki ion logam dengan orbital d yang belum terisi sepenuhnya. Teori ini kurang dikenal oleh para pakar kimia anorganik sampai kira-kira tahun 1950 karena pada waktu itu mereka cukup puas dengan teori ikatan valensi. Adanya tiga fakta di atas yang tidak dapat dijelaskan oleh teori ikatan valensi menyebabkan para pakar kimia anorganik memanfaatkan teori medan kristal dalam menjelaskan fakta-fakta yang ada tentang senyawa koordinasi (Salila, 2010)
Bentuk koordinasi ikatan π yang lain adalah ikatan ligan ke logam. Hal ini terjadi apabila orbital simetri- π p atau orbital π pada ligan terisi. Ia bergabung dengan orbital dxy, dxz dan dyz logam, dan mendonasikan elektron-elektronnya, sehingga menghasilkan ikatan simetri-π antara ligan dengan logam. Ikatan logam-ligan menguat oleh interaksi ini, namun orbital molekul anti-ikatan dari ikatan ligan ke logam tidak setinggi orbital molekul anti-ikatan dari ikatan σ. Ia terisi dengan elektron yang berasal dari orbital d logam dan menjadi Homo  kompleks tersebut. Oleh karena itu, ΔO menurun ketika ikatan ligan ke logam terjadi (Admin, 2009).
Didalam ion bebas kelima orbital d bersifat degenerate artinya mempunyai energi yang sama dan elektron dalam orbital ini selalu memenuhi hukum multiplicity yang maksimal. Teori medan kristal terutama membicarakan pengaruh dari ligand yang tersusun secara berbeda-beda disekitar ion pusat terhadap energi dari orbital d. Pembagian orbital d menjadi dua golongan yaitu orbital eg (dj) dan orbital t2g (de) mempunyai arti penting dalam hal pengaruh ligand terhadap orbital-orbital tersebut
Ketika ligan mendekati ion logam, elektron dari ligan akan berdekatan dengan beberapa orbital-d logam dan menjauhi yang lainnya, menyebabkan hilangnya kedegeneratan (degeneracy). Elektron dari orbital-d dan dari ligan akan saling tolak menolak. Oleh karena itu, elektron-d yang berdekatan dengan ligan akan memiliki energi yang lebih besar dari pada electron orbital d yang berjauhan dengan ligan, menyebabkan pemisahan energi orbital-d. Hal ini menyebabkan, Orbital eg membentuk duplet berenergi lebih tinggi dan orbital t2g membentuk triplet berenergi lebih rendah. Perbedaan energi ini dinyatakan sebagai Δ. Pemisahan energy orbital d tadi, dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut:
- Sifat-sifat ion logam: Keadaaan oksidasi logam. Keadaan oksidasi yang lebih besar menyebabkan pemisahan yang lebih besar
 -  Susunan ligan disekitar ion logam: Sifat-sifat ligan yang mengelilingi ion logam. Efek ligan yang lebih kuat akan menyebabkan perbedaan energi yang lebih besar antara orbital 3d yang berenergi tinggi dengan yang berenergi rendah. (Rian, S., 2008)
Teori medan ligan adalah satu dari teori yang paling bermanfaat untuk menjelaskan struktur elektronik kompleks. Awalnya teori ini adalah aplikasi  teori medan kristal pada sistem kompleks. Pada kompleks oktahedral berbilangan koordinasi enam, lima orbital d dalam kation logam transisi terdegenerasi dan memiliki energi yang sama.
perubahan energi elektronik
Medan listrik negatif yang sferik di sekitar kation logam akan menghasilkan tingkat energi total yang lebih rendah dari tingkat energi kation bebas sebab ada interaksi elektrostatik. Interaksi repulsif antara elektron dalam orbital logam dan medan listrik mendestabilkan sistem dan sedikit banyak mengkompensasi stabilisasinya (Saito, 2009).
Teori medan kristal ini hampir selama 20 tahun semenjak ditemukan hanya digunakan dalam bidang fisika zat padat. Teori medan kristal digunakan pada pakar fisika zat padat untuk menjelaskan warna dan sifat magnetik garam-garam logam transisi terhidrat,khususnya yang memiliki atom pusat ion logam transisi dengan orbital d yang belum sepenuhnya terisi elektro seperti CuSO4.5H2O. Baru pada tahun 1950an. Pada awal tahun 1950an barulah pakar kimia koordinasi menerapkan teori medan Kristal (Sukardjo, 1992).
Kebanyakan senyawaan CuI cukup mudah teroksidasi menjadi CuII, namun oksidasi selanjutnya menjadi CuIII adalah sulit. Terdapat kimiawi larutan Cu2+ yang dikenal baik, dan sejumlah besar garam berbagai anion didapatkan, banyak diantaranya larut dalam air, menambah perbendaharaan kompleks (Syabatini, 2009).


C.    Alat dan Bahan
1.   Alat


·       Gelas kimia
·       Labu takar
·       Pipet ukur
·       Filler
·       Batang pengaduk
·       Botol semprot
·       Aluminium foil
·       Spektrofotometer spectronic 20


2.   Bahan
·       Larutan ammonia 1 M
·       Larutan Cu2+
                Aquades

 UNTUK MENDOWNLOAD FULL LAPORAN INI (file doc.) KLIK DISINI 

No comments: