Tuesday, 23 April 2013

ZAT ADITIF MAKANAN: PEMUCAT DAN PENJERNIH

Bahan Tambahan Makanan


Food Additive  atau Bahan Tambahan Pangan  (BTP)  adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami BUKAN merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan,  antara lain bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, pemucat, dan pengental.
Di  dalam Peraturan  Menteri  Kesehatan  RI  No.722/Menkes/Per/IX/88   dijelaskan bahwa BTP adalah bahan yang biasanya  tidak digunakan sebagai  makanan dan biasanya bukan merupakan  ingredien khas  makanan,  mempunyai  atau  tidak mempunyai  nilai  gizi,  yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan,   perlakuan,   pengepakan,   pengemasan, penyimpanan  atau pengangkutan   makanan   untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut.
Dalam kehidupan  sehari-hari  BTP  sudah digunakan  secara oleh masyarakat,   termasuk dalam pembuatan   makanan   jajanan.   Dalam   prakteknya   masih   banyak   produsen   pangan   yang menggunakan bahan  tambahan yang beracun atau berbahaya bagi  kesehatan yang sebenarnya tidak   boleh   digunakan   dalam makanan.  Hal ini   disebabkan   karena   ketidaktahuan   produsen pangan,   baik  mengenai   sifat-sifat   dan   keamanan  maupun  mengenai   peraturan   tentang  BTP.
Karena pengaruh terhadap kesehatan umumnya tidak langsung dapat dirasakan atau dilihat, maka produsen seringkali tidak menyadari penggunaan BTP yang tidak sesuai dengan peraturan. Penyimpangan atau pelanggaran mengenai penggunaan sering dilakukan oleh produsen pangan, yaitu:
1.   Menggunakan bahan tambahan yang dilarang untuk makanan.
2.     Menggunakan BTP melebihi dosis yang diizinkan.
Alasan penggunaan BTP dalam makanan antara lain:
1.  Untuk menjaga kestabilan produk
            Seperti pengemulsi (emulsifiers), penstabil (stabilizers) dan pemekat (thickeners) menghasilkan tekstur yang licin,  Agen anti-mengeras (anticaking)
2.  Untuk memperbaiki nilai makanan (nutritional value)
            Vitamin dan mineral ditambah ke dalam kebanyakan makanan seperti susu, tepung, dan margarin untuk menggantikan zat tersebut yang kemungkinannya kekurangan atau hilang semasa pemprosesan. Ini termasuklah vitamin A dan D, zat besi, asid askorbik, kalsium karbonat, niasin, ribolflavin (B2), asid folik, tiamin (B1) dan zink oksida. Penguatan (fortification) dan pengayaan (enrichment) melengkapi kekurangan zat makanan (malnutrition).
 3. Untuk meningkatkan kesedapan (palatability) dan kesegaran (wholesomeness)
            Bahan awet (preservatives) melambatkan kerusakan produk akibat udara, bakteria,  fungi atau yeast. Antioksidan (antioxidants) adalah bahan awet yang dapat mencegah rusaknya lemak dan minyak pada proses pembakaran (baked goods) dan makanan dari menjadi tengik (rancid) atau berubah rasa (off-flavour). Dapat  juga mencegah irisan buah-buahan segar seperti apel menjadi berwarna coklat bila kena udara.
4. Untuk mengembangkan (leavening) atau meningkatkan kemasaman (acidity) dan kealkalian (alkalinity)    
            Agen pengembang (leavening agents) misal baking soda untuk mengembangkan biskut, roti saat dibakar. asidulan (acidulants) membantu merubah kemasaman atau kealkalian makanan untuk mendapatkan  rasa dan warna yang sesuai.  
5. Untuk meningkatkan rasa atau memberi warna yang dikehendaki
            Banyak rempah (spices) serta perasa asli dan tiruan meningkatkan rasa makanan. Begitu juga warna yang dapat memperbaiki penampilan makanan.

Klasifikasi BTP
BTP dikelompokkan berdasarkan tujuan penggunaannya di dalam pangan. Pengelompokan BTP yang   diizinkan   digunakan   pada   makanan   menurut   Peraturan  Menteri   Kesehatan   RI   No. 722/Menkes/Per/IX/88 adalah sebagai berikut:
1.     Pewarna, yaitu BTP yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan.
2.     Pemanis buatan,  yaitu BTP yang dapat  menyebabkan  rasa manis pada makanan,  yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi.
3.     Pengawet, yaitu BTP yang dapat mencegah menghambat fermentasi, pengasaman atau peruraian lain pada makanan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba
4.     Antioksidan, yaitu BTP yang dapat mencegah atau menghambat proses oksidasi lemak sehingga mencegah terjadinya ketengikan.
5.     Antikempal, yaitu  BTP   yang   dapat  mencegah  mengempalnya   (menggumpalnya)  makanan  yang berupa serbuk seperti tepung atau bubuk.
6.     Penyedap  rasa  dan  aroma,  penguat  rasa,  yaitu  BTP  yang   dapat  memberikan, menambah atau mempertegas rasa dan aroma.
7.     Pengatur  keasaman  (pengasam, penetral, dan pendapar), yaitu  BTP  yang  dapat  mengasamkan,  menetralkan,  dan mempertahankan derajat keasaman makanan.
8.     Pemutih  dan  pematang tepung,  yaitu BTP yang dapat  mempercepat  proses pemutihan dan atau pematang tepung sehingga dapat memperbaiki mutu pemanggangan.
9.     Pengemulsi, pemantap dan pengental, yaitu BTP yang dapat membantu terbentuknya dan memantapkan sistem dispersi yang homogen pada makanan.
10.  Pengeras, yaitu BTP yang dapat memperkeras atau mencegah melunaknya makanan.
11.  Sekuestran,   yaitu   BTP  yang   dapat  mengikat   ion   logam  yang   ada   dalam makanan, sehingga memantapkan warna, aroma, dan tekstur.
Selain  BTP  yang   tercantum  dalam Peraturan  Menteri   tersebut,  masih   ada   beberapa  BTP lainnya yang biasa digunakan dalam makanan, misalnya:
1.     Enzim,   yaitu   BTP   yang   berasal   dari   hewan,   tanaman   atau   mikroba,   yang   dapat rnenguraikan secara enzimatis,  misalnya membuat makanan menjadi lebih empuk,  lebih larut, dan lain-lain.
2.     Penambah gizi,  yaitu bahan  tambahan berupa asam amino,  mineral  atau vitamin,  baik tunggal maupun campuran, dapat meningkatkan nilai gizi makanan.
3.     Humektan, yaitu BTP yang dapat menyerap lembab air sehingga mempertahankan kadar air dan makanan.

Pemutih dan Pematang Tepung (EBookpangan.com, 2006) 
        Pemutih dan pematang  tepung adalah bahan yang dapat  mempercepat  proses pemutihan dan sekaligus pematangan tepung sehingga dapat memperbaiki mutu hasil pemanggangan, misalnya  dalam pembuatan  roti,  kraker,  biskuit,  dan kue.

Tepung terigu yang baru berwarna kekuningan dan bersifat kurang elastic. Bila dijadikan adonan roti, tidak dapat mengembang dengan baik. Untuk memperoleh terigu dengan mutu baik, terigu dibiarkan selama lebih kurang enam minggu. Selama masa pemeraman tersebut, bahan-bahan yang menyebabkan sifat lekat dan juga pigmen karotenoid akan teroksidasi sehingga diperoleh tepung terigu yang berwarna putih dengan daya kembang yang baik.
Tentu saja proses pemeraman ini sangat praktis. Untuk mempercepat proses tersebut biasanya ditambahkan zat pemucat. Zat pemucat ini bersifat oksidator. Ikatan rangkap dalam karotenoid, yaitu xantofil, akan dioksidasi. Degradasi pigmen karotenoid akan menghasilkan senyawa yang tak berwarna.
Selain itu bahan pemucat ini mengoksidasi gugus sulfhidril dalam gluten menjadi ikatan disulfida. Dengan adanya ikatan S-S ini terbentuk polimer protein yang panjang, lurus, dan membentuk lapisan-lapisan tipis yang saling melekat. Lapisan-lapisan tersebut dapat menahan gelembung udara, karena itulah roti akan mengembang. 
Disamping zat pemucat yang berfungsi sebagai pemucat saja (misalnya benzoil peroksida (C6H5CO)2), ada juga yang berfungsi meningkatkan daya mengembang terigu (KBrO3, Ca(IO3)2, dan CaO2), dan ada yang berfungsi gabungan keduanya (gas Cl2, ClO2, NOCl, dan gas nitrogen oksida yang  segera aktif begitu berhubungan dengan terigu).
Penggunaan bahan pemucat yang bersifat oksidator ini harus diperhatikan jumlahnya. Pemakaian berlebihan akan menghasilkan adonan roti yang pecah-pecah dan butirannya tidak merata, berwarna keabu-abuan, dan volumenya menyusut.

Penjernih (EBookpangan.com, 2006)
Masalah utama pembuatan bir, anggur dan sari buah adalah timbulnya kekeruhan (reaksi protein atau tanin dengan polifenol membentuk koloid), pengendapan, dan oksidasi yang menyebabkan perubahan warna (disebabkan oleh senyawa golongan fenol, seperti antosianin, flavonoid, leukoantosianogen, dan tanin).  Kekeruhan dapat dihilangkan dengan menggunakan enzim yang menghidrolisis protein atau pektin, namun kadang menimbulkan busa kalau terlalu banyak. Enzim protease yang sering digunakan sebagai penjernih dalam pembuatan minuman adalah enzim papain dari getah pepaya.
Dalam getah pepaya terkandung enzim-enzim protease (pengurai protein) yaitu papain dan kimopapain. Kadar papain dan kimopapain dalam buah pepaya muda berturut-turut 10 % dan 45%. Papain merupakan satu dari enzim paling kuat yang dihasilkan oleh seluruh bagian tanaman pepaya.. Pada pepaya, getah termasuk enzim proteolitik. Protein dasar itu memecah senyawa protein menjadi pepton. Contoh enzim proteolitik lainnya adalah bromelain pada nanas, renin pada sapi dan babi. Pemakaiannya masih jarang lantaran sulit diekstrak dan aktivitasnya lebih rendah dibanding papain.
Industri minuman tak luput membutuhkan getah papain. Di Amerika paling banyak digunakan perusahaan bir. Dengan penambahan papain menghasilkan warna lebih terang dan rasa yang kuat. Itu karena kandungan asam askorbat dan asam glutation yang dikandung papain. Kedua asam lemak itu menjaga stabilitas warna ketika didinginkan. Minuman fermentasi gandum menjadi gelap di bawah suhu ruang lantaran protein mengendap. Lantas, papain melarutkannya. Selain warna, aktivitas papain juga menghasilkan bir rendah kalori dan awet.
Daya larut zat penjernih menentukan efektivitas bahan (makin kecil daya larut, maka makin besar daya serap  absorben terhadap partikel  tersuspensi seperti komplek protein – tanin).
Bentonit adalah zat penjernih yang digunakan dalam anggur untuk mencegah pengendapan protein. Untuk  menjernihkan minuman biasanya digunakan senyawa golongan protein, seperti gelatin. Komplek gelatin – tanin akan mengendap dan dapat dipisahkan. Pada konsentrasi rendah geatin dan zat penjernih yang larut lainnya bertindak sebagai koloid pelindung, pada konsentrasi tinggi akan menyebabkan pengendapan.
Konsentrasi yang terlalu tinggi lagi tidak akan menyebabkan pengendapan lagi. Bahan penjernih lain yang sering digunakan adalah arang aktif dan tanin. Kejelekan arang aktif adalah dapat menyerap molekul kecil seperti pigmen dan senyawa penting artinya dalam cita rasa, selain dapat menyerap molekul besar. Tanin selain mengendapkan protein, juga dapat mengendapkan berbagai senyawa yang diperlukan dalam bahan. 
Agar-agar juga digunakan sebagai penjernih pada berbagai industri minuman seperti bir, anggur, kopi, dan sebagai penstabil pada minuman cokelat.
Na-alginat merupakan salah satu hasil dari pengolahan rumput laut coklat yang sangat diperlukan dalam industri. Na-alginat dapat diperoleh dengan mengekstrak rumput laut coklat dari genus Sargassum sp. Pemakaiannya dalam industri sangat luas, diantaranya : makanan, minuman, obat-obatan, kosmetik, kertas, detergen, cat, textile, vernis, fotografi, kulit buatan, dan lain-lain.  Dalam industri, zat tersebut digunakan sebagai : pembentuk gel (gelling agent), pengemulsi dan penstabil (emulsifying and stabilizing agent), pensuspensi (suspending agent), pengikat (binding agent), penghalus (finishing agent), pengeras kain (stiffening agent), pembentuk struktur (sizing agent), penjernih (clarifing agent), dan sebagainya.
Kitosan yang dapat larut dalam asam lemah serta bermuatan positif,  diperoleh  dari  deasetilasi  kitin menjadi  polimer D-glukosamin.   Kitosan dan  turunannya  telah  banyak  dimanfaatkan  secara  komersial  dalam  industri pangan,  kosmetik,  pertanian,  farmasi  pengolahan  limbah  dan  penjernihan  air.  Dalam  bidang  pangan,  kitosan  dapat  dimanfaatkan  dalam  pengawetan  pangan,   3  bahan pengemas, penstabil dan pengental, antioksidan serta penjernih pada produk minuman.    Selain  itu,  kitosan  banyak  diaplikasikan  sebagai  pangan  fungsional karena  dapat  berfungsi  sebagai  serat  makanan,  penurun  kadar  kolesterol, antitumor serta prebiotik (Dunn et al. 1997; Shahidi et al. 1999).
Enroe Christopher dan Jimmy Thomas Lion, mahasiswa jurusan Teknik Kimia menggunakan chitosan sebagai penjernih jus apel. Hasil dari pencampuran chitosand dan jus apel ternyata dapat mengurangi kekeruhan pada jus. Dengan digunakan chitosan maka jus apel akan lebih jernih tanpa merubah rasa. Chitosan berbeda dengan bahan penyerap kekeruhan lainnya yang turut menyerap rasa. Saat dilarutkan chitosan hanya menyerap senyawa polyphenol yang membuat jus apel terlihat keruh. Berdasarkan percobaan dengan mencampurkan 0,35 gram chitosan pada 50ml jus apel selama 140 menit diperoleh hasil jus apel yang lebih jernih.

No comments: