Tuesday, 23 April 2013

ZAT PEMANTAP DAN PEMANIS BUATAN


A. Zat Pemantap
Zat pemantap adalah salah satu jenis zat aditif yang di tambahkan sehingga mengikat ion logam sehingga memantapkan warna, aroma dan serat makanan Zat  pemantap yang umumnya dibuat dari garam seperti  
1.     CaCl2
2.     Ca-sitrat
3.     CaS04
4.     Ca-laktat
5.     Ca-monofosfat
Pada proses pengolahan, pemanasan, atau pembekuan dapat melunakkan sayuran sehingga menjadi lunak yang sebelumnya ’tegar’. Hal ini karena komponen penyusun dinding sayuran tersebut yang disebut pektin. Agar tetap menjadi ’tegar’, maka ditambahkan zat pemantap yang umumnya dibuat dari garam seperti  CaCl2, Ca-sitrat, CaS04, Ca-laktat, dan Ca-monofosfat , namun sayangnya rasanya pahit dan sulit larut.
Beberapa  jenis pemantap lainnya yaitu NaAl(SO4).12 H2O, KAlSO4 dan Al2( SO4).18 H2O. Pemantap ini biasa digunakan dalam pembuatan pikel ketimun dengan melarutkan garam tersebut dalam larutan garam sebelum fermentasi agar tekstur yang dipoeroleh tetap renyah dan keras. Ion trivalen Al3+ ini akan berikatan dengan senyawa-senyawa pektin menghasilkan jaringan yang keras.

B.   Zat Pemanis Buatan
Pada dasarnya pemanis buatan merupakan senyawa yang secara substansial memiliki tingkat kemanisan lebih tinggi, yaitu berkisar antara 30 sampai dengan ribuan kali lebih manis dibandingkan sukrosa. Karena tingkat kemanisannya yang tinggi, penggunaan pemanis buatan dalam produk pangan hanya dibutuhkan dalam jumlah kecil sehingga dapat dikatakan rendah kalori atau tidak mengandung kalori. Selain itu penggunaan pemanis buatan untuk memproduksi makanan jauh lebih murah dibanding penggunaan sukrosa. Seperti yang telah diketahui, sukrosa sebagai bahan pemanis alamiah memiliki kandungan kalori yang cukup tinggi, yaitu sebesar 251 kal dalam 100 gram bahan.
1. Tipe pemanis buatan
*     Pemanis nutritif adalah pemanis yang dapat dicernah oleh tubuh sehingga menghasilkan energi atau kalori bagi tubuh.  Contohnya adalah sugar alcohol  yang diproduksi secara komersial dari dekstrosa. Contohnya sorbitol, maltitol dan manitol.. sugar alcohol ini menghasilkan energi bagi tubuh serta dapat mempengaruhi kadar gula darah.
*     Pemanis nonnutritif adalah pemanis yang tidak menghasilkan energi atau kalori bagi tubuh serta tidak mempengaruhi kadar gula dalam darah.

2. Jenis - Jenis pemanis Buatan
1). Aspartam

Aspartam atau Aspartil fenilalanin metil ester (APM) dengan rumus kimia C14H18N2O5 atau 3-amino-N(α-carbomethoxy-phenethyl) succinamic acid, N-L-α-aspartyl-Lphenylalanine- 1-methyl ester merupakan senyawa yang tidak berbau, berbentuk tepung kristal berwarna putih, sedikit larut dalam air, dan berasa manis. 
Kombinasi penggunaan aspartam dengan pemanis buatan lain dianjurkan terutama untuk produk-produk panggang dalam mempertegas cita-rasa buah. Kajian digestive dari Monsanto memperlihatkan bahwa aspartam dimetabolisme dan terurai secara cepat menjadi asam amino, asam aspartat, fenilalanin, dan metanol, sehingga dapat meningkatkan kadar fenilalanin dalam darah. Oleh karena itu, pada label perlu dicantumkan peringatan khusus bagi penderita fenilketonuria. Ditambahkan oleh Robert dalam Usmiati dan Yuliani (2004) aspartam dapat menimbulkan gangguan tidur dan migrain bagi yang sensitif.
Penggunaan aspartam sesuai dengan petunjuk FDA dinilai aman bagi wanita hamil. CAC mengatur maksimum penggunaan aspartam pada berbagai produk pangan berkisar antara 500 sampai dengan 5500 mg/kg produk. Sementara CFR mengatur penggunaan aspartam tidak lebih dari 0,5% dari berat bahan siap dipanggang atau dari formulasi akhir khususnya untuk produk pangan yang dipanggang.
2). Alitam
Alitam atau  L-α-Aspartil-N-[2,2,4,4-tetrametil-3- trietanil]-D-alanin amida, hidrat, merupakan senyawa yang disintesis dari asam amino L-asam aspartat, D-alanin, dan senyawa amida yang disintesis dari 2,2,4,4-tetrametiltienanilamin. Tingkat kemanisannya 200 x sukrosa. Dalam tubuh manusia 7-22% alitame tidak diabsorbsi usus tapi langsung dibuang melalui sistem ekskresi. Sisanya (78-93%) terhidrolisis menjadi asam aspartat dan alanin-amida. Asam aspartat dicerna sebagai asam amino sedangkan alanin-amida diekskresikan melalui urine. Alitame masih memiliki kalori sebesar 1,4 kcal/gram.
Alitam dapat dicerna oleh enzim dalam saluran pencernaan dan diserap oleh usus berkisar antara 78-93 % dan dihidrolisis menjadi asam aspartat dan alanin amida. Sedangkan sisa alitam yang dikonsumsi yaitu sebanyak 7-22% dikeluarkan melalui feses. Asam aspartat hasil hidrolisis selanjutnya dimetabolisme oleh tubuh dan alanin amida dikeluarkan melalui urin sebagai isomer sulfoksida, sulfon, atau terkonjugasi dengan asamglukoronat. Oleh karena itu, Calorie Control Council (CCC) menyebutkan alitam aman dikonsumsi manusia. Beberapa Negara seperti Australia, New Zealand, Meksiko, dan RRC telah mengijinkan penggunaan alitam sebagai pemanis untuk berbagai produk pangan. Meskipun telah dinyatakan aman oleh CAC, Alitam belum diijinkan penggunaannya di Eropa.
3). Acesulfame-K
Acesulfame – K (C4H4KNO4S ) atau garam kalium dari 6- methyl-1,2,3-oxathiazin-4(3H)-one-2,2-dioxide atau garam Kalium dari 3,4-dihydro- 6-methyl-1,2,3-oxathiazin-4-one-2,2 di- oxide merupakan senyawa yang tidak berbau, berbentuk tepung kristal berwarna putih,  mudah larut dalam air dan berasa manis dengan tingkat kemanisan relatif sebesar 200 kali tingkat kemanisan sukrosa tetapi tidak berkalori. Kombinasi penggunaan acesulfame-K dengan asam aspartat dan natrium siklamat bersifat sinergis dalam mempertegas rasa manis gula.
Beberapa kajian memperlihatkan bahwa acesulfame-Ktidak dapat dicerna, bersifat non glikemik dan non kariogenik, sehingga JECFA menyatakan aman untuk dikonsumsi manusia sebagai pemanis buatan dengan ADI sebanyak 15 mg/kg berat badan. CAC mengatur maksimum penggunaan acesulfame-K pada berbagai produk pangan berkisar antara 200 sampai dengan 1000 mg/kg produk. Sementara US Code of Federal Regulation (CFR) mengatur maksimum penggunaan acesulfam-K pada berbagai produk pangan dalam Good Manufacturing Practices (GMP). Sedangkan Food Standards Australia New Zealand (FSANZ) mengatur maksimum penggunaan acesulfame-K pada berbagai produk pangan berkisar antara 200 sampai dengan 3000 mg/kg produk. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa acesulfame-K berbahaya bagi penderita phenylketonuria karena dapat menyebabkan resiko penurunan fungsi otak
4). Neotam
Neotam ( C20H30N2O5) atau  L-phenylalanine, N-[N-(3,3-dimethylbutyl)-L-α-aspartyl]-L-phenylalanine 1-methyl ester merupakan senyawa yang bersih, berbentuk tepung kristal berwarna putih, penegas cita-rasa yang unik dan memiliki tingkat kelarutan dalam air sama dengan aspartam. Neotam termasuk pemanis non-nutritif yaitu tidak memiliki nilai kalori. Penggunaan neotam dalam produk pangan dapat dilakukan secara tunggal maupun kombinasi dengan pemanis lain seperti aspartam, garam acesulfame, siklamat, sukralosa, dan sa
Kajian digestive memperlihatkan bahwa neotam terurai secara cepat dan dibuang sempurna tanpa akumulasi oleh tubuh melalui metabolisme normal. Hasil kajian komprehensif penggunaan neotam pada binatang dan manusia termasuk anak-anak, wanita hamil, penderita diabetes memperlihatkan bahwa neotam aman dikonsumsi manusia. Kajian JECFA pada bulan Juni tahun 2003 di Roma, Italia menyatakan bahwa ADI untuk neotam adalah sebanyak 0 sampai dengan 2 mg/kg berat badan. FDA dan FSANZ telah menyetujui penggunaan neotam sebagai pemanis dan pencita rasa. Meskipun telah dinyatakan aman oleh CAC, Neotam tidak diijinkan penggunaannya di Eropa.
5). Sakarin

Sakarin sebagai pemanis buatan biasanya dalam bentuk garam berupa kalsium, kalium, dan natrium sakarin dengan rumus kimia C14H8CaN2O6S2.3H2O, C7H4KNO3S.2H2O , dan C7H4NaNO3S.2H2O). Secara umum, garam sakarin berbentuk kristal putih, tidak berbau atau berbau aromatik lemah, dan mudah larut dalam air, serta berasa manis.
Kombinasi penggunaannya dengan pemanis buatan rendah kalori lainnya bersifat sinergis. Sakarin tidak dimetabolisme oleh tubuh, lambat diserap oleh usus, dan cepat dikeluarkan melalui urin tanpa perubahan. Hasil penelitian menyebutkan bahwa sakarin tidak bereaksi dengan DNA, tidak bersifat karsinogenik, tidak menyebabkan karies gigi, dan cocok bagi penderita diabetes. Sakarin dapat menimbulkan reaksi dermatologis bagi anak-anak yang alergi terhadap sulfa, berpotensi memacu pertumbuhan tumor dan bersifat karsinogenik. Pada tahun 1977, penggunaan sakarin pernah dilarang oleh FDA dikarenakan adanya hasil penelitian pada hewan yang menunjukkan bahwa sakarin dapat memacu pertumbuhan tumor. Namun, hasil penelitian tersebut mendapat bantahan karena pada kenyataannya dosis sakarin yang diberikan pada hewan percobaan melebihi dosis yang dapat dikonsumsi manusia, yaitu setara dengan 850 kaleng minuman soda diet (UPMC, 2003). Sejak bulan Desember 2000, FDA telah menghilangkan kewajiban pelabelan pada produk pangan yang mengandung sakarin, dan 100 negara telah mengijinkan penggunaannya. CAC mengatur maksimum penggunaan sakarin pada berbagai produk pangan berkisar antara 80 - 5.000 mg/kg produk. Saat ini, meskipun sakarin telah dinyatakan aman untuk dikonsumsi, namun di USA sendiri penggunaannya dalam produk pangan masih sangat dibatasi.
6). Siklamat
Siklamat atau cyclohexylsulfamic acid (C6H13NO3S) sebagai pemanis buatan digunakan dalam bentuk garam kalsium, kalium, dan natrium siklamat. Secara umum, garam siklamat berbentuk kristal putih, tidak berbau, tidak berwarna, dan mudah larut dalam air dan etanol, serta berasa manis. Kombinasi penggunaan siklamat dengan sakarin dan atau acesulfame-K bersifat sinergis, dan kompatibel dengan pencitarasa dan bahan pengawet.
Pemberian siklamat dengan dosis yang sangat tinggi pada tikus percobaan dapat menyebabkan tumor kandung kemih, paru, hati, dan limpa, serta menyebabkan kerusakan genetik dan atropi testikular. Informasi yang dikumpulkan oleh CCC (Calorie Control Council) menyebutkan bahwa konsumsi siklamat tidak menyebabkan kanker dan non mutagenik. Pada tahun 1984, FDA menyatakan bahwa siklamat tidak bersifat karsinogenik. Meskipun FDA, JECFA dan CAC menyatakan bahwa siklamat aman untuk dikonsumsi, namun Kanada dan USA tidak mengizinkan penggunaan siklamat sebagai bahan tambahan pangan (BPOM, 2004).
7). Sukralosa
Sukralosa adalah triklorodisakarida yaitu 1,6- Dichloro- 1,6- dideoxy-ß-D-fructofuranosyl - 4-chloro-4-deoxy-α-D-galactopyranoside atau 4,1,6-trichlorogalactosucrose dengan rumus kimia C12H19Cl3O8 merupakan senyawa berbentuk kristal berwarna putih; tidak berbau; mudah larut dalam air, methanol dan alcohol; sedikit larut dalam etil asetat, serta berasa manis tanpa purna rasa yang tidak diinginkan. Sucralose merupakan derivat sukrosa yang diklorinasi dengan tingkat kemanisan 600 x sukrosa .
Sukralosa tidak digunakan sebagai sumber energi oleh tubuh karena tidak terurai sebagaimana halnya dengan sukrosa. Sukralosa tidak dapat dicerna, dan langsung dikeluarkan oleh tubuh tanpa perubahan. Hal tersebut menempatkan sukralosa dalam golongan Generally Recognized as Safe (GRAS), sehingga aman dikonsumsi wanita hamil dan menyusui serta anak-anak segala usia. Sukralosa teruji tidak menyebabkan karies gigi, perubahan genetik, cacat bawaan, dan kanker. Selanjutnya sukralosa tidak pula berpengaruh terhadap perubahan genetik, metabolisme karbohidrat, reproduksi pria dan wanita serta terhadap sistem kekebalan. Oleh karena itu, maka sukralosa sangat bermanfaat sebagai pengganti gula bagi penderita diabetes baik tipe I maupun II.
8). Isomalt
Isomalt merupakan campuran equimolar dari 6-O-α-D-Glucopyranosyl-D-glucitol (GPG) (GPG-C12H24O11) dan 1-O-α-D-Glucopyranosyl-D-mannitol (GPM) dihydrate (GPM-C12H24O11.2H2O) mengandung gluko-manitol dan gluko-sorbitol dibuat dari sukrosa melalui dua tahap proses enzimatik. Perubahan molekuler yang terjadi dalam proses tersebut menyebabkan isomalt lebih stabil secara kimiawi dan enzimatik dibandingkan dengan sukrosa. Isomalt berbentuk kristal berwarna putih, tidak berbau, dan berasa manis dengan tingkat kemanisan relatif sebesar 0,45 sampai dengan 0,65 kali tingkat kemanisan sukrosa. Nilai kalori isomalt sebesar 2 kkal/g atau setara dengan 8,36 kJ/kg. Isomalt termasuk dalam golongan GRAS (Generally Recognized As Safe), sehingga aman dikonsumsi manusia, tidak menyebabkan karies gigi, dan tidak menyebabkan peningkatan kadar gula dalam darah bagi penderita diabetes tipe I dan II.
JECFA menyatakan isomalt merupakan bahan tambahan pangan yang aman untuk dikonsumsi manusia. CAC mengatur maksimum penggunaan Isomalt pada berbagai produk pangan berkisar antara 30.000 sampai dengan 500.000 mg/kg produk dan sebagian besar digolongkan sebagai GMP/CPPB.
9). Laktitol
Laktitol termasuk dalam golongan GRAS, sehingga aman dikonsumsi manusia, tidak menyebabkan karies gigi, dan tidak menyebabkan peningkatan kadar glukosa dan insulin dalam darah bagi penderita diabetes. Hasil evaluasi Scientific Committee for Food of European Union pada tahun 1984 menyatakan bahwa konsumsi laktitol sebanyak 20 g/hari dapat mengakibatkan efek laksatif.
JECFA menyatakan laktitol merupakan bahan tambahan pangan yang aman untuk dikonsumsi manusia. CAC mengatur maksimum penggunaan laktitol pada berbagai produk pangan berkisar antara 10.000 sampai dengan 30.000 mg/kg produk dan sebagian digolongkan sebagai GMP/CPPB.
10).  Maltitol
Maltitol dengan rumus kimia C12H14O11 atau α-D-Glucopyranosyl-1,4-D-glucitol termasuk golongan poliol yang dibuat dengan cara hidrogenasi maltosa yang diperoleh dari hidrolisis pati. Maltitol berbentuk kristal anhydrous dengan tingkat higroskopisitas rendah, dan suhu leleh, serta stabilitas yang tinggi. Dengan karakteristik tersebut maltitol dimungkinkan bisa sebagai pengganti sukrosa dalam pelapisan coklat bermutu tinggi, pembuatan kembang gula, roti coklat, dan es krim. Maltitol berasa manis seperti gula dengan tingkat kemanisan relatif sebesar 0,9 kali tingkat kemanisan sukrosa. Nilai kalori laktitol sebesar 2,1 kkal/g atau setara dengan 8,78 kJ/g
Maltitol termasuk dalam golongan GRAS, sehingga aman dikonsumsi manusia, tidak menyebabkan karies gigi, dan tidak menyebabkan peningkatan kadar glukosa dan insulin dalam darah bagi penderita diabetes.
JECFA menyatakan maltitol merupakan bahan tambahan pangan yang aman untuk dikonsumsi manusia. CAC mengatur maksimum penggunaan maltitol pada berbagai produk pangan berkisar antara 50.000 sampai dengan 300.000 mg/kg produk dan sebagian digolongkan sebagai GMP / CPPB.
11). Manitol
Manitol dengan rumus kimia C6H14O6 atau D-mannitol; 1,2,3,4,5,6-hexane hexol merupakan monosakarida poliol dengan nama kimiawi Manitol berbentuk kristal berwarna putih, tidak berbau, larut dalam air, sangat sukar larut di dalam alkohol dan tidak larut hampir dalam semua pelarut organik. Manitol berasa manis dengan tingkat kemanisan relatif sebesar 0,5 sampai dengan 0,7 kali tingkat kemanisan sukrosa. Nilai kalori manitol sebesar 1,6 kkal/g atau 6,69 kJ/g
Manitol termasuk dalam golongan GRAS, sehingga aman dikonsumsi manusia, tidak menyebabkan karies gigi, dan tidak menyebabkan peningkatan kadar glukosa dan insulin dalam darah bagi penderita diabetes. Konsumsi manitol sebanyak 20 g/hari akan mengakibatkan efek laksatif.
JECFA menyatakan manitol merupakan bahan tambahan pangan yang aman untuk dikonsumsi manusia. CAC mengatur maksimum penggunaan manitol pada berbagai produk pangan sebanyak 60.000 mg/kg produk dan sebagian digolongkan sebagai GMP/CPPB.
12).  Silitol
Silitol dengan rumus kimia C5H12O5 adalah monosakarida poliol (1, 2, 3, 4, 5–Pentahydroxipentane) yang secara alami terdapat dalam beberapa buah dan sayur. Silitol berupa senyawa yang berbentuk bubuk kristal berwarna putih, tidak berbau, dan berasa manis. Silitol memiliki tingkat kemanisan relatif sama dengan tingkat kemanisan sukrosa dengan nilai kalori sebesar 2,4 kkal/g atau setara dengan 10,03 kJ/g.
Silitol termasuk dalam golongan GRAS, sehingga aman dikonsumsi manusia, tidak menyebabkan karies gigi, menurunkan akumulasi plak pada gigi, dan merangsang aliran ludah dalam pembersihan dan pencegahan kerusakan gigi.
JECFA menyatakan silitol merupakan bahan tambahan pangan yang aman untuk dikonsumsi manusia. CAC mengatur maksimum penggunaan silitol pada berbagai produk pangan berkisar antara 10.000 sampai dengan 30.000 mg/kg produk, dan sebagian digolongkan sebagai GMP/CPPB.
13).  Sorbitol
Sorbitol atau D-Sorbitol atau D-Glucitol atau D-Sorbite adalah monosakarida poliol (1,2,3,4,5,6–Hexanehexol) dengan rumus kimia C6H14O6. Sorbitol berupa senyawa yang berbentuk granul atau kristal dan berwarna putih dengan titik leleh berkisar antara 89° sampai dengan 101°C, higroskopis dan berasa manis. Sorbitol memiliki tingkat kemanisan relatif sama dengan 0,5 sampai dengan 0,7 kali tingkat kemanisan sukrosa dengan nilai kalori sebesar 2,6 kkal/g atau setara dengan 10,87 kJ/g. Penggunaannya pada suhu tinggi tidak ikut berperan dalam reaksi pencoklatan (Maillard)
 Sorbitol termasuk dalam golongan GRAS, sehingga aman dikonsumsi manusia, tidak menyebabkan karies gigi dan sangat bermanfaat sebagai pengganti gula bagi penderita diabetes dan diet rendah kalori. Meskipun demikian, US CFR memberi penegasan bahwa produk pangan yang diyakini memberikan konsumsi sorbitol lebih dari 50 g per hari, perlu mencantumkan pada label pernyataan: “konsumsi berlebihan dapat mengakibatkan efek laksatif “
JECFA menyatakan sorbitol merupakan bahan tambahan pangan yang aman untuk dikonsumsi manusia. CAC mengatur maksimum penggunaan sorbitol pada berbagai produk pangan berkisar antara 500 sampai dengan 200.000 mg/kg produk, dan sebagian digolongkan sebagai GMP/CPPB.


1.     Penggunaan Zat Pemanis dan Zat Pemantap pada Bahan Pangan
Pemanis buatan sering ditambahkan ke dalam makanan dan minuman sebagai pengganti gula karena mempunyai kelebihan dibandingkan dengan pemanis alami (gula), yaitu:
*     Rasanya lebih manis
*     Membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis
*     Tidak mengandung kalori atau mengandung kalori yang jauh lebih rendah sehingga cocok untuk penderita penyakit gula (diabetes) dalam mengatasi diet
*     Harganya lebih terjangkau.
Pemanis-pemanis lainnya yang berpotensi untuk dikembangkan dan diaplikasikan ke dalam makanan di antaranya adalah neohesperidin dihidrochalkon yang merupakan turunan dari senyawa flavonon yang terdapat di dalam jeruk-jerukan. Thaumatin, yang berasal dari buah-buahan tropis di Afrika yang juga berpotensi mengingat tingkat kemanisannya sangat tinggi jika dibandingkan dengan tingkat kemanisan sukrosa. Monelin dan mirakulin, yang merupakan protein yang berasal dari jenis buah beri juga mempunyai potensi untuk dikembangkan.
Beberapa zat pemanis yang digunakan dalam bahan pangan memiliki batas jumlah yang diperbolehkan. Tabel berikut memperlihatkan batas maksimum dari beberapa zat pemanis buatan yang ditetapkan oleh WHO yag dinamakan Acceptable Daily Intake (ADI) atau kebutuhan per orang per hari, yaitu jumlah yang dapat dikonsumsi tanpa menimbulkan resiko serta CAC.


2.     Dampak Penggunaan Pemanis Buatan
Bahan pemanis sintetis seperti aspartam, xyllotil, siklamat, dan sakharin yakni natrium dan kalium sakarin, dilarang penggunaannya. Dampaknya yaitu :
                                          i.     Pemanis aspartam dapat mengakibatkan penyakit fenilketonuria, memicu sakit kepala, pusing-pusing, dapat mengubah fungsi otak dan perilaku.
                                        ii.     Sakarin, yang nama kimia sebenarnya adalah natrium sakarin atau kalium sakarin penggunaan yang berlebihan dapat memicu terjadinya tumor kandung kemih, dan menimbulkan rasa pahit getir. Sakarin juga dapat menimbulkan reaksi dermatologis bagi anak-anak yang alergi terhadap sulfa
                                      iii.     Penggunaan xyllotil akan berimplikasi pada timbulnya kanker karena bersifat karsinogenik.
                                      iv.     Acesulfame -K berbahaya bagi penderita phenylketonuria karena dapat menyebabkan resiko penurunan fungsi otak
                                        v.     Pemberian siklamat dengan dosis yang sangat tinggi dapat menyebabkan tumor kandung kemih, paru, hati, dan limpa, serta menyebabkan kerusakan genetik dan atropi testikular
                                      vi.     Siklamat memunculkan banyak gangguan bagi kesehatan, di antaranya tremor, migrain dan sakit kepala, kehilangan daya ingat, bingung, insomnia, iritasi, asma, hipertensi, diare, sakit perut, alergi, impotensi dan gangguan seksual, kebotakan, dan kanker otak  
( www.depkes.go.id).